Minggu, 07 April 2013

Hak Kekayaan Intelektual (Pengertian, Sifat, Fungsi, UU, dan Kasus)


Pengertian HAKI

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan Dan sebaginya Yang tidak mempunyai bentuk tertentu. 



Fungsi HAKI

HKI sebagai Sarana Perlindungan 
Penemuan dan kreasi tersebutlah yang nantinya menjadi sumber dari kehidupan manusia, karena dengan penemuan-penemuan dan hasil dari kreativitas itulah kehidupan manusia semakin menjadi berkembang sampai seperti sekarang ini. Oleh karenanya negara sebagai institusi tertinggi berkewajiban untuk melindungi penemuan-penemuan tersebut unbeserta penemunya sebagai bentuk penghormatan dan sebagai wujud rasa terimakasih. 
Paling tidak itulah ilustrasi mengapa penemuan dan hasil kreativitas manusia perlu mendapat perlindungan, yang mana kemudian konsep perlindungan tersebut di tuangkan dalam konsep Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Sebuah konsep yang mulai populer di awal abad 19-an, dan yang sampai sekarang menjadi sebuah konsep yang sudah dianut oleh sebagian besar negara dunia melalui penandatangan Trade of Related Intellectual Property Rights (TRIPs) Agreement. 
HKI sebagai sebuah sarana untuk melindungi pencipta dan ciptaan sudah mengakar kuat di berbagai negara dunia. Terlebih di beberapa negara besar dan maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat. Di negara-negara besar inilah konsep HKI menjadi berkembang dan seolah sudah mapan. Karena besar dan mapan di negara-negara maju, konsep HKI yang pada awalnya ditujukan untuk melindungi pencipta dan ciptaannya sekarang berubah kesan menjadi satu sistem yang seolah melupakan fungsi sosialnya. Hal ini bisa dilihat bagaiman sistem HKI ini melindungi dengan ketat hak ekonomi dan hak moral pencipta sementara di sisi lain tidak memperhatikan costumer yang merasa “tercekik” dengan royalti yang harus dikeluarkan untuk ciptaan tersebut padahal costumer juga sangat membantu pencipta agar bsia berkembang. Pencipta tidak bisa dipisahkan dengan costumer, begitu juga sebaliknya. 
Konsep perlindungan yang diusung dalam sistem HKI ini seolah menjadikan HKI sebagai satu sistem monopoli yang kapitalis, individualis, dan hanya mementingkan kepentingan pencipta atau penemu saja, hampir tidak terlihat didalamnya peran dan fungsi soial. Itulah kenapa tidak sedikit masyarakat yang mencibir konsep perlindungan HKI. Sebagai satu contoh akibat dari cibiran dan rasa tidak suka dengan monopoli yang diciptakan oleh HKI, maka sebagian orang kemudian memunculkan copyleft. 

Sumber:

Sifat HKI
Beberapa sifat yang dimilki dalam konsep HKI, diantaranya seperti:
1.  Bahwa pada prinsipnya HKI mempunyai jangka waktu tertentu atau terbatas; Artinya setelah habis masa perlindungan ciptaan atau penemuan yang dihasilkan oleh seseorang dan atau kelompok, maka akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya untuk hak merek.
2.  HKI juga mempunyai sifat eksklusif dan mutlak; Maksudnya bahwa hak hasil temuan atau ciptaan yang dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok tersebut, dapat dipertahankan apabila ada pihak lain yang melakukan peniruan maupun penjiplakan terhadap hasil karyanya. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun dan pemilik atau pemegang HKI yang syah tersebut mempunyai hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya untuk melarang siapapun yang akan memproduksi tanpa memperoleh persetujuan dari pemiliknya

Sumber:

Undang-Undang HAKI
Dasar Hukum
•Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
•Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
•Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
•Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
•Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
•Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
•Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
•Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty 

Sumber:


Contoh Kasus HAKI di Indonesia

Penegakan Hukum HaKI di Indonesia Belum Efektif
Penegakkan hukum Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia belum efektif, sehingga pembajakan, plagiat, dan pelanggaran HaKI terus marak. Selain sosialisasinya lemah, masih sedikit penegak hukum yang memahami masalah HaKI. Indonesia tidak mungkin mengelak dari kewajiban menegakkan hukum HaKI. Pasalnya, Indonesia ikut konvensi WTO (termasuk Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights atauTRIPs). Jika melangar HaKI, bisa-bisa Indonesia dikenakan sanksi oleh masyarakat internasional.
Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Luhut Panjaitan, melihat urgensi perlindungan HaKI berkaitan dengan akan mulai berlakunya era AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan persetujuan TRIPs di Indonesia. 
Luhut berpendapat, bila Indonesia sudah meratifikasi TRIPs dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994, berarti TRIPS sudah menjadi bagian dari aturan hukum di Indonesia. Tidak ada pilihan lain selain menjalankan sebaik-baiknya, katanya pada saat membuka seminar HaKI; Prospek dan Implementasinya di Jakarta pada 31 Juli-1 Agustus 2000..
Penegakan hukum HaKI yang efektif merupakan pengakuan sosial dan keuntungan ekonomis atas jerih payah penemu atau pemegang HaKI. Achmad Roestandi, Katua Fraksi TNI/Polri DPR berpendapat bahwa penegakkan hukum HaKI ditentukan oleh empat pilar: norma-norma hukum, aparat penegak hukum, sarana dan prasarana, serta budaya dan kesadaran hukum masyarakat.
Sejak 1997 pemerintah Indonesia telah menetapkan tiga UU di bidang HaKI. Pertama, UU No.12 tahun 1997 jo UU No.7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta. Kedua, UU No. 13 Tahun 1997 jo UU No.6 Tahun 1989 tentang Paten. Ketiga, UU No.14 jtahun 1997 jo UU NO.19 Tahun 1992 tentang Merek.
Saat ini, pemerintah juga tengah membahas tiga RUU yang berkaitan dengan HaKI, yaitu RUU tentang Desain Industri, Ruu tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan RUU tentang Rahasia Dagang, plus RUU tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

Sumber:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar